DATA DAFTAR PEMILIH TETAP BAKAL TIDAK AKURAT
PURWAKARTA (enpe.com) – Peraturan Bupati (Perbup) soal Pemiihan Kepala Desa (Pilkades), menurut satu aktivis antikorupsi, dinilai banci. Perbup itu, menurutnya, berpotensi memicu masalah dalam proses Pilkades itu.
Wakil Ketua Komunitas Masyarakat Purwakarta (KPP) Tarman Sonjaya menegaskan hal itu kepada enpe.com hari ini (23/5/21). “Kalau kami review dari Perbup sampai Tatib Pilkades, nampak sekali bahwa Bupati mengabaikan pentahapan yang lazim. Ini bisa memicu persoalan di masyarakat. Apa Ambu siap menghadapi risiko itu,” jelas Tarman.

“Bupati dalam urusan Pilkades semangatnya ingin cepat selesai. Beberapa pentahapan tidak standard. Jadi banci dan berpotensi memicu masalah.” (Wakil Ketua KPP Tarman Sonjaya)
Belum persoalan dana yang sampai hari ini belum turun, ujarnya. “Padahal proses Pilkades sudah masuk pentahapan, tapi dana belum juga cair,’ ujar Tarman menyayangkan terjadinya keterlambatan ini.
Ia menjelaskan bahwa dalam Perbup itu, sangat kelihatan kalau Bupati ingin segera selesai. “Misalnya aturan soal pelantikan. Di sana disebutkan bahwa setelah penetapan pemenang oleh Panitia Pemilih di Desa, besoknya langsung dilantik. Ini kan bisa memicu persoalan. Kalau ada protes dari masyarakat bagaimana?” katanya mempertanyakan.
Mestinya, ujar Tarman, ada jeda waktu untuk komplain. Baru setelah persoalannya selesai,”Terus dilantik.” Kalau dilantik dulu, baru protes dan masuk ranah hukum, menurut Tarman,”Kayaknya percuma saja melakukan perlawanan.”
Persoalan kedua adalah soal dana Pilkades. “Ada dua persoalan serius di titik ini. Pertama soal perhitungan dana berdasarkan jumlah DPT. Kedua, bahwa pembiayaan Pilkades juga diambil dari APBDes.”
Tarman menambahkan, karena Pemkab membuat aturan itu, sementara Panlih di Desa belum siap menyodorkan data DPT, maka Panlih kemudian menggunakan data Pilpres. “DPT Pilpres itu pasti sudah berbeda dengan sekarang. Ada dalam satu keluarga yang bertambah, ada yang berkurang. Ini persoalan,” jelasnya.
KPP mengamati, menurut Tarman, tidak ada Panlih yang melakukan pemutakhiran data dengan cara mendatangi satu per satu rumah. “Mereka main comot saja. Ambil sampel. Mintain KK, dikiranya sudah beres semua,” ujarnya.
Kedua, kewajiban Desa membiayai Pilkades dari APBDes. “Kita tahu mayoritas desa itu tidak punya anggaran. Dana kas Desa semua ludes dimakan oknum Kadesnya. Makanya sebagian besar Kades sekarang pada utang,” katanya.
Karena itu, Tarman menyayangkaan kebijakan banci ini. “Apalagi kalau kita lihat Tatibnya, hampir semua desa berbeda-beda. “Mestinyakan Dinas membuat stanndardisasi dong, sehingga Tatibnya seragam. Ini seperti ada kemalasan akut birokrasi secara kolektif. Asal jalan, pengin cepat-cepat selesai,” ujarnya menyayangkan.
CAIR AKHIR BULAN
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jaya Pranolo M.Si mengakui kalau dana Pilkades memang belum cair. “Panitia Desa belum siap melaporkan data pemilih tetap. Padahal pencairan dana itu berdasarkan DPT,” jelas Jaya.

“Akhir bulan kita upayakan dana Pilkades cair, terutama rapel honor untuk panitia sejak Maret.” (Kepala DPMD Jaya Pranolo M.Si)
Tapi, pihaknya menargetkan akhir Mei 2021 ini sudah mulai cair. “Ya kita lagi dorong agar panitia pemilih segera melaporkan daftar DPT,” jelasnya.
Pilkada serentak ini, menurut mantan Camat Sukasari ini, Pemkab menyediakan dana sebesar Rp 18,2 miliar. “Pembiayaan Pilkades ada dua sumber APBD dan APBDes. Dari APBDes memerlukan Rp 2 miliar. Ini untuk peralatan Prokes di TPS,” katanya.
Jaya menambahkan, Pilkades serentak ini akan melibatkan 170 desa. “Pembiayaan dari APBD akan dicairkan secara bertahap,” ujarnya.
Untuk kepentingan pengadaan kartu suara atau bilik suara, dan lain lain, yang membutuhkan dana besar, menurut Jaya, masih ada waktu untuk pengerjaannya. “Yang prioritas akan kita rapel itu adalah honor panitia yang akan kita bayar sejak sejak Maret,” katanya. (one) editor : gsoewarno.