Sebagian Besar Masjid baru Berfungsi sebagai Tempat Ibadah
PURWAKARTA (enpe.com) – Sebagian besar Masjid, masih sebatas tempat ibadah. Mestinya, menurut satu aktivis Dakwah dari Jogokariyan Jogjakarta, masjid harus mampu memakmurkan jamaahnya dengan menggalakkan Wakaf produktif.
Ust Muhammad Jazir Asp, Ketua DKM Jogokariyan Yogyakarta menegaskan itu saat mengisi kuliah subuh di Masjid Nurul Qolbi di perumahan Dian Anyar Purwakarta. “Jadi ada yang salah kaprah, Masjid digerakkan dengan infaq dan shodaqoh. Ini sudah bener tapi belum sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah. Yang mesti dikembangkan secara optimal adalah waqaf produktif,” tandas Ust Jazir.

Pada 1983, menurut ust Jazir, dari Infaq masjid Jogokariyan hanya mendapat Rp 34 juta per tahun. “Hari ini dari Infaq saja sudah mendapat Rp 4 miliar per tahun,” ujarnya.
Sementara dari Shodaqoh saat itu hanya mendapat Rp 57 juta per tahun. “Sekarang sudah mencapai Rp 3 miliar pertahun. Sementara dari waqaf produktif Rp 7 miliar per tahun,” jelas Ust Jazir.
Kenapa Waqaf Produktif
Pihaknya menambahkan, rata-rata masjid yang ada dikelola tidak mengikuti sunah Rasulullah, terutama terkait dengan waqaf produktif. “Setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, maka saat itu dibangunlah masjid Nabawi. Kala itu, masjid Nabawi dibiayai oleh hasil waqaf produktif dari Sayyidina Umar, berupa kebun kurma yang ada di sekeliling masjid Nabawi,” jelas ust Jazir.
“Waqaf Produktif sudah dikembangkan sejak zaman Rasululkah.”
Jadi, menurutnya, contoh waqaf produktif sudah dilakukan oleh Rasulullah. “Di Indonesia ada 26 miliar meter persegi tanah waqaf. Tapi bukan untuk hal-hal produktif. Semua untuk makam, masjid dan madrasah. Semuanya menyedot uang, bukan mendatangkan uang,” jelasnya.
Masjid Jogokariyan, menurut Ust Jazir, dari hasil waqaf produktif itu kemudian dibelikan hotel. “Dari pendapatan hotel ini perbulan ada keuntungan bersih Rp 74 juta,” jelasnya.
Kenapa mesti hotel, menurut ust Jazir, karena dari tanah saja tiap tahun terus naik harganya. Belum dari hasil pengelolaan hasil hotelnya. “Dan ini sesuai dengan sifat waqaf produktif, yang dari segi nilai tidak boleh berkurang dan dari segi hasil mesti berkembang,” ujarnya.
Waqaf, menurut ust Jazir, tidak harus besar. Bisa dengan Rp 5.000 per hari. Bisa Rp 100 ribu. “Masukkan pada kotak tersendiri. Jadi ada kotak Infaq dan kotak Waqaf,” jelasnya.
Menurut Ust Jazir, ada fungsi-fungsi mall yang besti dipertegas. “Infaq,Shodaqoh itu sepenuhnya untuk keperluan fakir, miskin dan anak telantar. “Kalau dari waqaf produktif untuk biaya operasional masjid, dakwah, pendidikan dan sebagainya. Kalau masjid digerakkan hanya dengan infaq, tidak akan cukup,” jelasnya.
Jamaah Makmur, Masjid ikut Makmur
Dari hasil pengembangan Baitul Maal ini, menurut Ust Jazir, yang menjadi makmur tidak hanya masjid Jogokariyannya saja. Tapi jamaahnya juga makmur. “Tiap hari kami beri kupon belanja per KK Rp 150 ribu. Sekarang pemerintah memberi BLT Rp 150 ribu per bulan. Di masjid Jogokariyan Rp 150 ribu per hari. Lebih makmur ketimbang yang diberikan oleh negara,” ujarnya.
Belum kegiatan sosial lainnya, seperti bantuan pembangunan masjid. “Kami bentuk tim dakwah yang kuat untuk kerja-kerja sosial,” jelasnya.

Ust Jazir meminta agar masjid di Indonesia bisa menata diri secara optimal. “Kalau urusan kesejahteraan ummat dikelola oleh masjid, kami sudah buktikan akan lebih sukses,” ujar ust Jazir.
Maka dari itu, menurutnya, masjid jangan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja (Baitullah). “Tapi kembangkan masjid seperti zaman Rasulullah dulu sebagai Baitul Mall, Baitul Tarbiyyah, Baituddakwah dan Baitul Ilmi,” ujarnya.
Sekarang, menurut ust Jazir, jamaah sholat subuh di masjid Jogokariyan, yang datang melebihi jamaah sholat Jumat. “Kalau masjidnya makmur, jamaahnya oleh Allah juga dibuat makmur,” jelasnya. (ril) editor: gsoewarno