Kekuatan Drainase tidak Menghitung Pertumbuhan Bangunan
PENGHUJUNG musim hujan ini memunculkan fakta menarik; Banjir yang berulang tiap tahun di titik yang sama. Pemkab Purwakarta membiarkan itu terjadi, agar anggaran pemeliharaan rutin terus menggerojog. Tidak peduli apakah lokasi-lokasi itu adalah jalan dan titik vital di Purwakarta atau bukan.
Kita lihat banjir yang berulang di titik yang sama. Dan ini sudah terjadi dalam tiga tahun terakhir. Intensitas dan volume banjirnya juga meningkat.
Pertama, di perempatan Rawa Kelurahan Munjuljaya. Setiap hujan dengan intensitas tinggi jalan di Rawa berubah menjadi sungai. Dalam seminggu terakhir, setiap hujan deras, Rawa berubah menjadi danau. Kendaraan pun merambat. Memicu kemacetan mengular sampai ke pertigaan irigasi.
Tiap kali terjadi banjir di titik itu, apakah Pemkab tinggal diam? Tentu tidak. Lurah, camat distarkim turun ke lokasi. Sibuk memperbaiki ala kadarnya. Dana di gelontorkan dengan penunjukkan langsung. Diperbaiki. Tapi tahun depan ya begitu. Banjir lagi dan banjir lagi.
“Pangkal masalah yang paling mendasar adalah akibat keuangan Pemkab yang lagi penyakitan.”
Kedua, terjadi di sentra bisnis Sadang Purwakarta. Sudah tiga tahun terakhir jalan raya Sadang Purwakarta arah Subang menjadi sungai yang dalam dengan aliran deras. Khusus di sini, Pemkab cuwek bebek. Mau banjir mau tenggelam tidak ada yang peduli.
Memang dalam setengah jam air surut. Tapi jangan lupa, Sadang adalah wajah paling depan bagi Purwakarta. Rasanya malu-maluin, warga di luar Purwakarta melintas sambil mengumpat,”Tidak becus Bupati memelihara selokan.”
Yang ketiga bahkan terjadi di pusat kota dan wisata; sekitar Situ Buleud. Baniir di sini tidak hanya kalau hujan deras. Hujan biasa saja sudah terlihat genangan di mana-mana. Situ ini sejak dibangun sebagai pusat wisata Air Mancur Sri Baduga, sejak zaman Dedi Mulyadi memang bermasalah.
Banjirnya jalan lingkar Situ Buleud bisa dipastikan akibat perencanaan yang ugal-ugalan. Sistem drainase yang ngawur, dangkal dan sempit. Sehingga tidak mampu menampung debit air sekecil apapun.
TIDAK BERHITUNG MATANG
Bertumbuhnya titik banjir di Purwakarta membuktikan bahwa aspek perencanaan pembangunan mengabaikan daya dukung saluran drainase. Kita lihat di Rawa misalnya. Pertumbuhan bangunan ruko-ruko baru dan arena Futsal di sekitar itu konstruksinya menutup 100% saluran drainase di depannya.
Pertumbuhan bangunan memicu volume debit air akibat resapan air ke dalam tanah berkurang. Sementara, Pemkab tidak pernah secara sungguh-sungguh membongkar ulang kekuatan drainase yang ada untuk diperdalam dan diperlebar.
Maka yang terjadi kemudian adalah air tumpah ke jalan. Mampet dan menggenang.
Dalam soal perizinan, aspek ini bisa dipastikan terabaikan. Pemkab hanya berhitung yang penting investasi masuk, tanpa menimbang daya dukung lingkungan.
Begitupun kondisi di Sadang dan Situ Buleud. Kondisi dan situasinya sama saja. Banjir di dua lokasi ini membuktikan bahwa dari aspek perencanaan bagaimana menyelamatkan lingkungan, Pemkab serampangan. Tanpa analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang menyeluruh.
Tapi lepas dari apapun. Sumber dari segala sumber masalah, Pemkab memang lagi sakit dari aspek keuangan. Akibat tidak ada anggaran, banjir pun dipelihara. Yang penting satu ini; Renovasi rumah dinas Bupati jalan terus. Yuhuu … (newspurwakarta.com) editor : mridwan