Tindakan kekerasan psikis umumnya sulit untuk dilihat. Seseorang yang menjadi korban pun kerap tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban.
NEWSPURWAKARTA (purwakarta) – Salah satu alasan Bupati Anne Ratna Mustika menggugat cerai suaminya Dedi Mulyadi adalah adanya tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis yang terus berulang. “Salah satu alasan saya menggugat adalah karena adanya KDRT secara psikis terhadap saya secara berulang-ulang,” jelas Ambu Anne kepada sejumlah awak media usai sidang ke-5 gugatan cerainya.
Lalu ada definisi KDRT secara psikis? Berikut penjelasan yang dikutip dari laman hukumonline.com. Kekerasan psikis sering teriadi di masyarakat. Bentuk kekerasan psikis ini, ternyata sering terjadi di rumah tangga, komunitas difabel dan anak-anak.
Definisi kekerasan psikis dalam Pasal 7 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga disebutkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat seseorang.
“Terdapat 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan 14.517 kasus kekerasan terhadap anak terjadi sepanjang 2021.”
Tindakan kekerasan psikis umumnya sulit untuk dilihat. Seseorang yang menjadi korban pun kerap tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban.
Penting untuk diketahui bahwa suatu tindakan dapat dikatakan sebagai kekerasan psikis jika:
1. Ada pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan bersifat negatif, dan sikap tubuh yang merendahkan.
2. Tindakan tersebut sering kali menekan, menghina, merendahkan, membatasi, atau mengontrol korban untuk memenuhi tuntutan pelaku.
3. Tindakan tersebut menimbulkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, dan rasa tidak berdaya.
Ancaman Hukuman Empat Tahun
Tindakan kekerasan psikis dalam UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dinyatakan sebagai tindakan melawan hukum. Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 45 yang berbunyi:
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000.
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000.
Kekerasan psikis yang disebutkan di dalam UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan sebuah perbuatan yang berdampak bahaya bagi korban. Dampaknya bisa berupa tidak mendapat pemulihan depresi, insomnia, stress, cemas, hingga gejala keinginan untuk bunuh diri.
Kekerasan Terhadap Anak Dominan
Di dalam rumah tangga, selain perempuan yang mengalami kekerasan psikis, kekerasan psikis terhadap anak juga masih kerap dijumpai. Terdapat 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan 14.517 kasus kekerasan terhadap anak terjadi sepanjang tahun 2021.
Menurut Pasal 13 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, seksual, dan termasuk hinaan yang meliputi penelantaran dan perlakuan buruk, eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking jual beli anak.
Anak yang mendapatkan kekerasan psikis menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah, dan takut bertemu orang lain. Dampak ini mengakibatkan bekas dan ingatan trauma sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.
Selain dalam lingkup rumah tangga, kekerasan psikis juga rentan terjadi pada masyarakat difabel. Bentuk kekerasan yang diterima oleh difabel mulai dari kata-kata yang merendahkan, sikap yang membedakan dan tidak menghargai, pelarangan tertentu, dan sebagainya.
Dampak kekerasan psikis dapat dilihat dari hilangnya rasa percaya diri korban, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur, gangguan makan, ketergantungan obat hingga yang paling mengkhawatirkan adalah kekerasan psikis dapat memunculkan rasa ingin bunuh diri terhadap korbannya. (nul) editor : gsoewarno