Bupati Merespon dengan Bazar dan Bansos
ANGKA-angka Badan Pusat Statistik (BPS) Purwakarta, soal kemampuan warga Purwakarta membelanjakan uangnya sangat mengejutkan. Data 2020 yang terbit pada Maret 2021 ini mengungkap bahwa sebanyak 614.328 jiwa hanya mampu makan per bulan per kapita Rp 300 ribu ke bawah. Atau sebesar 41,8% warga hidupnya sangat kekurangan. Makan ala kadarnya.
Angka yang diungkap dari hasil kajian Poros Gerakan Mahasiswa Purwakarta ini tentu sangat spektakuler. Dari data BPS ini kita bisa tahu bahwa tingkat kesejahteraan warga Purwakarta di bawah Bupati Anne Ratna Mustika memprihatinkan. Terjadi penderitaan masal dan masif.
Katakanlah satu keluarga hanya bisa makan dengan uang Rp 300 ribu per bulan. Atau hidup dengan uang Rp 10.000 per hari.
Kita lihat harga beras medium saja Rp 8.300 per liter. Dengan sisa uang Rp 1.700 hanya bisa untuk membeli kerupuk 4 buah. Atau kalau untuk beli ikan asin bisa dapat 1/2 Kg.
Ini sama persis dengan kehidupan tahun 1970an. Ketika negara sedang pancaroba. Tingkat kemiskinan sangat masif dan penderitaan rakyat sudah jadi menu sehari-hari.
“Proyek-proyek besar terbukti hanya memperkaya kronis penguasa dan para pejabat. Kondisi rakyat makin sengsara saja.”
Kita lihat definisi orang miskin versi BPS. Warga dikatakan miskin itu kalau mampu membelanjakan uangnya per hari per kapita Rp 378.287. Ini artinya, sebanyak 416 ribu warga Purwakarta benar-benar di bawah garis kemiskinan. Sungguh ngeri-ngeri sedap.
Siapa yang bisa hidup bahagia dengan uang belanja per bulan Rp 300 ribu. Bandingkan dengan anggaran untuk renovasi rumah dinas Bupati yang mencapai rata-rata Rp 1,2 miliar per tahun.
Atau bandingkan dengan lonjakan kekayaan Bupati yang mencapai Rp 3 miliar pada 2020. Pertumbuhan kekayaan Bupati ini ternyata bersamaan dengan angka fantastis warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tentu ini satu paradoks yang tidak masuk akal.
Karena, ketika 41,8 persen penduduknya susah makan, Kekayaan Bupati malah makin tajir. Komitmen Bupati untuk mengangkat rakyatnya begitu rendah.
BAZAR DAN BANSOS
Kita lihat bagaimana Kebijakan Bupati mengentaskan kemiskinan? Apakah tercermin dalam postur anggaran? Tidak sama sekali.
Ini bisa kita lihat bagaimana komitmen Bupati untuk menumbuhkan pelaku usaha UMKM dan Koperasi. Rata-rata per tahun, untuk pembinaan sektor Ini tidak lebih dari Rp 1 miliar per tahun.
Angka ini nyaris sama dengan semangat Bupati untuk tiap tahun merenovasi rumah dinasnya, yang rata-rata mencapai Rp 1,2 miliar.
Bupati akhir-akhir ini memang rajin bener menggelar bazar, bansos dan bantuan lainnya. Apakah kemiskinan yang sangat besar itu bisa diatasi dengan Bansos? Tidak.

Berbagai Bantuan Sosial itu ibarat Paramex yang hanya mampu meredam rasa sakit. Menyelesaikan kulitnya.Tapi akar masalah tidak tersentuh.
Kebijakan Bazar dan Bansos itu membuktikan bahwa Bupati tidak punya konsep sama sekali bagaimana kebijakannya bisa meningkatkan kesejahteraan bagi warganya.
PROYEK BESAR MISKIN MANFÀAT
Tingginya angka kemiskinan di Purwakarta membuktikan bahwa proyek-proyek besar yang dibangun sejak suaminya berkuasa, sampai eranya Anne, tidak berbanding lurus dengan kesejahetraan warganya.
Yang terjadi malah sebaliknya. Proyek-proyeknya besar, seperti Air Mancur Sri Baduga, proyek wisata Religi Tajug Gede Cilodong dan jalan lingkar luar dari Sukasari ke Maniis, secara faktual hanya memperkaya kroni Bupati dan para pejabatnya. Kalau rakyatnya, tetap saja miskin secara permanen. Miskin sejak Buyut, Kakek, Bapak, Anak dan Cucu-cucunya.
Kekuasaan mesti berbanding lurus dengan kesejahteraan. Komitmen ini mesti radikal. Tanpa itu, alokasi APBD digelontorkan tanpa visi yang jelas.
Di bawah Bupati Anne Ratna Mustika, tingkat kesejahteraan rakyatnya terbukti makin amburadul. Parah. Dan nyaris memalukan.
Kondisi sosial ekonomi warga Purwakarta sekarang ini, pada hakekatnya adalah membuktikan bahwa Bupati telah melakukan kebohongan publik. Bohong terhadap janji-janj Ambu Anne saat kampanye dulu. Tentu ini sangat memprihatinkan.
Anne secara sadar tidak paham, bahwa janji politik mesti ditunaikan. Karena nir kapasitas. Ibarat sudah telanjur basah. Janji akhirnya tinggallah janji saja.
Angka-angka BPS mengonfirmasi bahwa berharap bisa kaya dari kebijakan Bupati sekarang adalah omong kosong. Laiknya mimpi di siang bolong. Yang ada, hanyalah mimpi buruk berkepanjangan.
Inilah produk demokratisasi yang dipelintir menjadi politik dinasti keluarga. Maka dari itu, buat Anne, sudahlah …. Cukup di sini saja. Ini tentu kalau kita menginginkan ada perubahan kesejahteraan yang fundamental. Setop dinasti politik. (newspurwakarta.com) editor : gsoewarno