Dicari Kades Milenial yang Keren
EUFORIA Pilkades selesai sudah. Yang menarik 90% yang terpilih adalah anak muda. Dari 170 Kades baru 30% loyalis Dinasti. Yang latar belakangnya aktivis Permata juga ada enam orang. Ada juga yang petani.
Fenomena itu membersitkan optimisme akan perubahan di akar rumput. Tentu dengan berbagai catatan. Selama kekuasaan Desa ada di tangan anak muda, maka perubahan itu tidak bisa dibendung.
Posisi Desa pasca reformasi adalah luar biasa. Setelah sepanjang Orba jadi ajang eksploitasi ekonomi politik penguasa. Sumber daya alam strategis desa dikeruk dan dinikmati oleh penguasa di Jakarta. Rakyat di sekitar hanya dapat tetesan sisa-sisanya saja.
Suara rakyat untuk kepentingan politik diraup tiap lima tahun sekali. Janji-janji politik ditebar. Setelah berkuasa rakyat di desa tetap miskin.
“Banyak Kades tidak paham bahwa ada tugas mulia di pundaknya untuk memandirikan desa secara ekonomi politik.”
Reformasi telah mengubah secara radikal posisi desa. Terutama sejak disahkannya UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Setahun setelah UU itu lahir muncul Kementerian Desa.
Serentetan produk hukum turunannya terus lahir. Intinya untuk mengatur agar Desa benar-benar mandiri secara ekonomi politik.
Dana Desapun menggelontor, rata-rata Rp 1 miliar per desa per tahun. Lahir kemudian BUMDes plus modalnya. Desa kini jadi subjek pembangunan, tidak lagi sekedar objek eksploitasi oleh penguasa.
MAYORITAS TIDAK PAHAM
Tapi, sayangnya mayoritas Kades tidak paham posisi strategis desanya. Kecenderungan yang muncul itu adalah naluri buas untuk korupsi dana desa, memperkaya diri sendiri dan memandang sebelah mata hak-hak rakyatnya.
“Kades dengan Bamusdes bisa menerbitkan Perdes apapun yang mengatur lalu lintas uang di desanya agar ekonomi desa bisa tumbuh besar dan kuat.”
Mereka lupa bahwa ada tugas mulia Kades untuk memandirikan desanya. Baik secara ekonomi mapun politik. Mereka tidak ngeh bahwa kemandirian desa akan berdampak langsung terhadap kemandirian Indonesia Raya. Bahwa kejayaan Nusantara bisa terjadi dan dimulai dari Desa.
LALU APAKAH BISA?
Bisakah Desa bisa besar dan kuat secara ekonomi politik? Jawabannya sangat bisa. Apalagi dengan perangkat hukum yang komplit.
Komitmen negara untuk mengoreksi dan mereposisi desa sudah tidak bisa diragukan. Sekarang tinggal para eksekutor di bawah yang ada di tangan para Kades.
Yang diperlukan sebenarnya hal-hal sederhana. Pertama komitmen kuat Kades untuk membangun desanya. Kedua, mentalitas anti korupsi. Dua hal ini ada, Desa bisa melesat kuat dan mandiri.
Karena Kades dengan perangkat UU yang ada hakekatnya bisa melakukan apa saja, selama untuk kepentingan pembangunan di Desa.
Kades dengan Badan Musyawarah Desa (Bamusdes) bisa melahirkan banyak Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur hak bagi hasil industri yang ada di desanya. Atau Perdes yang mengatur lalu lintas dana CSR 50% wajib untuk pembangunan rakyat desanya.
Bisa juga Perdes tentang hak BUMDes untuk mengatur lalu lintas peredaran sembako secara tertutup. Dalam Perdes itu bisa diatur larangan peredaran Aqua yang milik asing diganti oleh air produksi rakyat. Juga larangan buah impor biar rakyat yang menanam buah utk dikonsumsi rakyatnya.
Dengan begitu perputaran uang ada di Desa, dan Desa akan bertumbuh, besar dan kuat.
Ayo Kades milenial yang keren fokuslah membangun desa, abaikan campur tangan dinasti yang sibuk pencitraan. Sadarkan 30% Kades jadul yang modalnya menjulur-njulurkan lidah ke Dinasti untuk kembali ke jalan yang benar.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa juga mesti tahu diri. Topanglah para Kades milenial itu agar bisa berkarya untuk rakyatnya. Dukung mereka dengan profesionalisme yang tinggi. Jangan jadi beban Kades sambil ngutili dana desa untuk kepentingan pribadi.
Kalian yang masih jadul memahami desa, siap-siap diasingkan oleh rakyatnya. Tidak peduli siapa kalian, dinasti, pejabat laknat di dinas maupun Kades bermodal lidah panjang.(newspurwakarta.com) editor : gsoewarno