Sebagai Politisi mesti Belajar Dewasa
SAAT-saat puasa gini, sebagian besar ummat sedang konsentrasi dua hal. Pertama, meningkatkan kualitas ibadah, setinggi-tingginya. Kedua, bagi mereka yang berdagang adalah menggenjot penjualan sebesar-besarnya. Karena bagi para pedagang ada kebiasaan positif bahwa bulan puasa adalah bulan yang penuh keberkahan, apa saja dijual laku dan omzet biasanya naik sampai 200%.
Maka dari itu, di mana-mana pasar tiban bermunculan. Pasar eksisting biasanya melebarkan lapaknya. Demi omzet dan menangkap keberkahan Ramadhan.
Bagi Bupati yang nalar politiknya bagus, komitmen ke rakyatnya keren dan paham akan kebutuhan saat Ramadhan, kadang ada kebijakan khusus untuk membuka lebar-lebar soal hak masyarakat untuk berdagang.
NASIB SIAL DI PURWAKARTA
SAYANGNYA Ramadhan yang kadang menjadi surga bagi pedagang, rupanya tidak berlaku di Purwakarta. Ini gara-gara anggota DPR RI Dedi Mulyadi yang rajin menggusur dan memaksa pedagang bahkan membongkar dengan menggunakan alat Satpol PP atas nama kebersihan dan ketertiban.
Kanal-kanal Youtuber ini pada awal ramadhan diwarnai oleh berbagai penertiban pedagang yang dinilai melanggar badan jalan, memakai trotoar atas nama kenyamanan pejalan kaki.
Kita bersyukur ada dua tiga orang yang melawan dan berani menyela ocehan Dedi. Dan tentu kita kemudian menyaksikan Dedi kemudian marah-marah, membentak. Tontonan arogansi yang berlebihan dan terus berulang.
Dedi lupa atau bisa jadi gagal paham. Bahwa momen Ramadhan itu semestinya ada proses permakluman yang mendewasa. Bahwa pedang tiap tahun, dan ini tidak tiap hari, memang selalu menambah modal untuk meraih keberkahan Ramadhan. Maka dari itu mereka ekspansi. Memperluas lahan dagangnya. Dan mestinya bisa dipermaklumkan oleh yang sok berkuasa.

Toh Mereka juga membayar sewa ke negara. Ada pemasukan ke PAD.
Berbagai penertiban, yang bisa jadi niatnya baik, adalah sah saja. Menjadi tidak sah ketika dilakukan oleh Dedi, yang dalam struktur Pemkab bukan siapa-siapa.
Kalau dari segi waktu juga kurang tepat. Karena momen ramadhan apa susahnya menyenangkan banyak orang. Bukan malah memicu kebencian warga pedagang yang bakal menjadi laten dan jangka panjang merugikan masa depan politiknya.
Penggusuran kios-kios di Situ Cigangsa oleh Dedi jangan dikira tidak menimbulkan masalah. Dari para pedagang itu ada lho yang secara legal formal ada izinnya ke Perhutani. Tapi ya itu, digusur juga. Mereka kerepotan, harus pindah cari kontrakan baru dan sudah pasti mau jualan di mana lagi bingung. Bagi mereka ini penindasan akan hak ekonomi yang biadab.
Kini apa saja diurus Dedi. Dari menggusur pedagang di pasar-pasar. Sampai urusan parkir. Publik merasa konyol ketika Kepala Dinas Perhubungan juga mau meladeni Dedi. Padahal dalam struktur pemerintahan Dedi bukan siapa-siapa. Dan dia tidak berhak apapun untuk menyuruh-nyuruh kepala dinas.
Purwakarta adalah contoh buruk bagi kehidupan sosial. Bagaimana tata kelola pemerintahan dilanggar atas nama anggota DPR RI. Bagaimana Purwakarta yang katanya istimewa sekarang identik dengan penggusuran.
Purwakarta jadi Istimewa karena rajin menggusur. Di bulan ramadhan lagi.
Apakah sepak terjang Dedi yang memicu sikap laten kebencian kepada kelompok masyarakat tertentu atas izin Bupati. Publik tentu tidak tahu. Dan mestinya wajib tahu.
Kalau Dedi sebegitu sibuknya mengurus Purwakarta, kayaknya perlu kita dukung deh dengan sepenuh hati, agar dia Jadi Bupati Tiga Periode seperti Jokowi. Bagaimana? Setuju ….? (newspurwakarta.com) editor: gsoewarno