LSPP : Dewan Wajib Ajukan Hak Interpelasi ke Bupati
PURWAKARTA (enpe.com) – Peraturan Bupati No 42 Tahun 2019, tentang Penataan Kawasan Bungursari Istimewa, menurut hasil kajian dari Lingkar Studi Pembangunan Purwakarta (LSPP) menyimpang dari norma hukum. Untuk itu, LSPP menilai Dewan perlu mengajukan hak interpelasi kepada Bupati.
“Bagi LSPP ini pelanggaran hukum yang sangat prinsip. Bagaimana satu Peraturan Bupati menyangkut hajat hidup orang banyak dilakukan tanpa mempertimbangkan normal hukum di atasnya. Dan ini satu model yang nyata bentuk penyalahgunaan kekuasaan,” jelas Sansan Ramdhani, Koordinator LSPP kepada enpe.com akhir pekan lalu.
Ia menjelaskan, mestinya Perbup yang mengatur zonasi Rencana Rinci di satu kawasan mesti mengacu pada Perda Tentang Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR). “Munculnya Perda RRTR sebenarnya adalah amanah dari Pasal 92 ayat 4 Perda No 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang menyatakan bahwa Rencana Rinci Tata Ruang dan ketentuan tentang Zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah,” jelas Sansan.
Yang terjadi sekarang, menurutnya, sejak Bupati Dedi Mulyadi Perda tentang RRTR tidak pernah ada. “Nah, belakangan muncul Perbup No 42 Tahun 2019 itu yang mengatur Rencana Rinci di Bungursari. Ini kesalahan fatal,” jelasnya.
“Berapa perizinan yang sudah terlanjur keluar dan berapa investasi yang terlanjur masuk di kawasan Bungursari? Di mana dasar izin-izin itu adalah Perbup yang bermasalah?” (Koordinator LSPP Sansan Ramdhani).
Menurut Sansan, mestinya Bupati dan Dewan mengesahkan dulu Perda tentang RRTR dulu. “Baru dari Perda RRTR itu, diturunkan dalam Peraturan Bupati. Ini Perbup ilegal. Karena dasar cantolan hukum di atasnya tidak ada,” jelasnya.
Atas dasar itu, menurut Sansan, maka Perbup itu jelas melanggar. “Pada saat yang sama, ini bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan Bupati dalam mengambil kebijakan publik,” ujar Ketua HMI Cabang Purwakarta ini.
Persoalan ini, menurut Sansan, tidak selesai pada persoalan konstruksi hukum saja. “Ada dua persoalan rumit yang mengikutinya. Pertama, berapa perizinan yang sudah turun di kawasan itu? Bagaimana kesesuaiannya dengan Perda RTRW yang ada. Kedua, berapa banyak nilai investasi berdasarkan izin-izin itu yg landasannya afalah Perbup yang bermasalah itu,” jelasnya.
GUGAT KE PTUN
Sansan menegaskan, jika Dewan mengabaikan persoalan ini dan enggan untuk mengajukan hak bertanya (interpelasi) yang sah dan dijamin UU, maka LSPP akan menggugat Perbup ini ke PTUN. “Kita akan persuasif dulu agar Dewan yang menyelesaikan persoalan ini. Tapi jika Dewan terbukti masuk angin, maka LSPP akan menempuh jalur hukum ke PTUN,” jelasnya.
Pihaknya menambahkan bahwa Dewan mesti serius menangani soal ini. “Ada dua persoalan krusial lain yang perlu disikapi terkait Perda RTRW ini. Pertama soal adanya 125 program RTRW tahap II (2012-2021) yang berakhir tahun ini. Kedua, Perda itu produk hukum yang bersifat memaksa. Kita wajib bertanya ke Bupati, sejauh mana realisasi dari proyek-proyek publik itu,” jelasnya.
Sementara itu, Kabag Hukum Pemkab Purwakarta Dani Abdurahman MH ketika dikonfirmasi soal kontruksi hukum yang salah terhadap Perbup itu enggan menjelaskan. Pertanyaan yang dikirim media ini melalui saluran whatsapp hanya dibaca saja. Dani lebih memilih diam ketimbang menjelaskan soal ini ke publik.
Sementara itu, LSPP terus melakukan lobi-lobi politik ke beberapa fraksi agar langkah interpelasi ini bisa berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. (ril) editor : gsoewarno