Banyak Rapat Evaluasi, tapi Dugaan KKN Jalan terus
ENTAH mana yang bisa dipegang publik soal komitmen Bupati Purwakarta terkait pemberantasan korupsi. Sebab hingga kini, antara ucapan dan tindakan bagai langit dan bumi. Kampanyenya kenceng untuk urusan anti korupsi. Tapi dugaan KKNnya masih jalan terus, nyaris tak terbendung.
Melakukan korupsi itu seperti kecanduan narkoba. Tidak peduli, apakah pejabat itu sudah kaya, atau masih kere. Karena korupsi itu tindakan yang efektif, efisien dan gurih untuk bisa kaya mendadak. Tanpa harus kerja keras. Cukup dengan modal kronisme, kemudian berkolusi dengan kekuasaan, maka lahirlah perbanditan itu.
Dalam rentang sebulan, Bupati Anne memang telah melakukan dua langkah penting, bagaimana mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan profesional. Pertama, penerapan aplikasi anti korupsi (Monitoring Center for Prevention) atau MCP Korsupgah, bersama KPK.

Evaluasi ini penting, karena implementasi di birokrasi baru 34,4%. Sangat rendah. Ini bukti bahwa mesin birokrasi di bawah Anne tidak mau dikontrol publik. Karena kalau itu terjadi, untuk maling APBD jadi sulit.
Kedua, kemarin (3/11/21) Kantor Inspektorat menggelar konsolidasi persiapan implementasi Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP). Hadir dalam konsolidasi itu Bupati Purwakarta dan BPKP Jawa Barat.
Dalam pernyataannya, Anne menyatakan bahwa forum ini digelar untuk mempercepat implementasi SPIP level-3, untuk memperkuat komitmen dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan profesional. Cita-cita yang sangat ideal dan sempurna.
BUMI DAN LANGIT
Langkah Bupati memang bagus. Mencoba membangun citra sebagai penguasa yang bersih dan anti korupsi. Tapi dalam kenyataannya, tata kelola birokrasi masih tidak berubah. Dugaan korupsinya jalan terus, dugaan kronisme dipertahan, masih jauh dari mimpi ideal pemerintahan yang bersih, transparan, dan anti korupsi.
Beberapa kasus bisa dijadikan contoh. Pertama, soal tata kelola dana CSR. Dalam kasus ini Perda CSR yang mewajibkan Bupati membentuk Forum CSR dilabrak. Kewajiban untuk melibatkan akademisi dan LSM dalam Forum CSR diabaikan.
“Akar masalah tumbuh suburnya KKN adalah politik dinasti.”
Ini bukan kasus yang disengaja. Tapi dirancang agar potensi CSR kembali bisa dikendalikan oleh penguasa. Persis seperti ketika suaminya masih menjabat sebagai Bupati. Dana CSR diduga dikelola oleh Yayasan Yudistira, yang hingga kini belum diaudit sama sekali, berapa miliar dana yang pernah masuk ke yayasan itu.
Kedua, kasus Perbub No 42/2019 tentang Penataan Kawasan Bungursari Istimewa. Perbup ini terbit hanya beberapa bulan setelah Anne menjabat sebagai Bupati. Kalau kita lihat latar belakang Bupati yang sebatas Ibu Rumah Tangga, maka menerbitkan Perbup yang begitu strategis, bisa diduga bukan hasil kerja pikiran murni Bupati.
Perbup ini adalah produk hukum yang melangar hal paling mendasar. Lagi-lagi soal melabrak Perda No 11 tahun 2012 tentang Rencara Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Amanat dari Perda itu menyebutkan bahwa Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) satu kawasan harus dalam bentuk Perda. Tapi Bupati mengabaikan itu dan menerbitkan dalam bentuk Perbup. Kesalahan yang sangat fatal.
RRTR adalah penataan setingkat kawasan atau Kecamatan. Di kawasan itu banyak kepentingan publik yang dipertaruhkan. Itulah kenapa wajib dalam bentuk Perda. Dengan Perda, maka dalam wilayah pembahasan, publik dilibatkan.
Kalau Bupati mengabaikan Perda RRTR dan menyulapnya dalam bentuk Perbup, maka Bupati ingin menempatkan urusan publik menjadi urusan pribadi dan kroninya.
Kita mengapresiasi dengan sangat hormat langkah Lembaga Studi Pembangunan Purwakarta (LSPP) yang akan membawa skandal ini ke ranah hukum. Kalau kasus ini terungkap, bisa terkuak dugaan jual beli perizinan dan sejenisnya. Di kawasan itu.
Ketiga soal yang petnah digugat oleh LSM Manggala Garuda Putih, beberapa waktu lalu. Soal adanya kejanggalan dalam mutasi jabatan di Pemkab Purwkarta.
Apa yang digugat LSM Manggala adalah bukti nyinyir adanya dugaan jual beli jabatan yang sempat reda dan diduga kembali marak setelah ada perubahan komposisi di lingkaran satu Bupati. Penyakit lama yang terus menggejala. Dan publik sangat tahu dugaan praktik kotor ini.
POLITIK DINASTI
Lalu kenapa sebegitu sulitnya memberangus praktik KKN di birokrasi Purwakarta. Akar masalahnya ada di sistem politik Dinasti yang sedang terus dibangun oleh penguasa di sini. Karena sistem Politik Dinasti adalah pondasi utama lahirnya KKN.
Dinasti yang sudah telanjur berdarah-darah, terutama dalam tata kelola keuangan sejak rentang 10 tahun terakhir mesti diamankan. Jalan satu-satunya ya membangun Dinasti Politik. Dengan dinasti politik, maka kronisme tumbuh subur.
Yang jadi masalah kronisme terbangun bukan untuk bagaimana membangun Purwakarta dengan sempurna. Kronisme ada untuk saling menyelamatkan. Sudah telanjur basah kuyup dan saling mengunci. Tahu sama tahu boroknya. Makanya perlu diselamatkan. Hanya dengan satu langkah; Melanggengkan politik dinasti.
Melihat latar seperti itu, maka upaya apapun yang dilakukan oleh Bupati terkait pemberantasan korupsi tidak lebih dari pencitraan. Apalagi posisi Anne yang baru satu periode. Kinerja mesti kinclong, tidak peduli bagaimana kondisi rakyatnya, yang lagi miskin dan sudah makan. Yang penting citranya keren dan joz.
Maka dari itu, memberantas korupsi di Purwakarta itu jadi sangat simpel dan sederhana. Jika politik dinasti itu diibaratkan seekor babi, maka tinggal potong saja kepalanya. Pasti beres. Tuntas. Seketika. (newspurwakarta.com) editor : mridwan