Penguasa yang Jujur tidak Perlu Takut Wartawan
PENGUASA yang punya dosa banyak selalu punya naluri untuk ‘membungkam’ awak media. Dengan berbagai cara.
Seperti yang sekarang lagi ‘panas-panasnya’ di Purwakarta. Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, sejak Januari 2021 diduga telah memberi ‘jatah’ ke sejumlah awal media sebesar Rp 10 juta untuk delapan media.
Berita ini membuat sejumlah awal media besar yang dicatut namanya meradang. Cerita ini berawal dari satu liputan kecil dua awak media bulan lalu.
Usai wawancara, Bupati Ambu berbisik,”Apa jatah bulanan sudah sampai ke mereka.”
Yang menerima bisikan terkaget-kaget. Karena jatah rutin itu sudah lancar sejak Januari 2021. Mereka pun akhirnya mendatangi Ambu, lima perwakilan. Untuk klarifikasi.
“Hanya perlu menjadi penguasa yang jujur agar bisa hidup nyaman berdampingan dengan awak media.”
Dari pertemuan itu persoalan jadi jelas. Ada oknum tertentu yang menjual-jual nama mereka.
Penguasa selalu ingin dekat dengan wartawan. Wajar dan manusiawi. Terutama penguasa yang korup. Dia akan sangat ketakutan dengan media. Karena boroknya takut terungkap.
Maka dari itu di dunia jurnalistik ada adagium bahwa mengukur pejabat korup itu gampang, “Kalau si pejabat ketakutan ketemu wartawan.”
Perilaku penguasa yang mencoba membungkam media tentu patut disayangkan. Karena perilaku bermitra dengan media disalahgunakan untuk kepentingan yang salah.
Kalau itu terjadi, fungsi media untuk mengontrol penguasa jadi tumpul. Awak media yang terbeli juga tidak punya kredibilitas. Laiknya seonggok sampah yang penuh dengan lalat. Bau dan menjijikan.
Kita juga sebenarnya mafhum dengan kondisi kesejahteraan awak media lokal yang terabaikan oleh institusinya. Tapi kalau kemudian situasi itu dimanfaatkan penguasa untuk “membeli dan bisa mengatur-atur” awak media, juga perilaku yang tidak terpuji.
Bupati perlu belajar banyak bagaimana menjadi penguasa yang bersih. Tidak jadi maling anggaran. Terbiasa transparan saat mengelola tender proyek. Berani menolak dugaan campur tangan suaminya. Jujur dan bertanggung jawab.
Kalau Bupati bisa berperilaku terhormat seperti itu, maka pasti tidak ketakutan saat bersua dengan awak media. Laiknya bertemu maklampir. Dan kalau itu terjadi, media yang antikorupsi akan susah memberitakan korupsinya karena tidak ada bahan berita.
Jadi asal bersih, pasti bisa hidup nyaman dan tidur nyenyak. Tidak perlu pakai berbagai cara untuk membungkam media.
Kecuali kalau ternyata Bupati kita diduga seorang yang tidak jujur. Laiknya pengutil. Akan lain pula ceritanya, saat menghadapi awak media.(newspurwakarta.com) editor : gsoewarno.