Pemain Lama Masih Kendalikan Kebijakan Bupati
PUBLIK tentu merasa terheran-heran. Dua Peraturan Bupati (Perbup) yang ditandatangani Anne Ratna Mustika bermasalah. Dan sangat fatal. Siapa yang diuntungkan dari pat gulipat permainan regulasi ini?
Pertama adalah Perbup No 42 Tahun 2019 tentang Penataan Kawasan Bungursari Istimewa. Dalam Perbup ini ada dua kesalahan fatal.
Pertama, Perbup ini tidak ada cantolan regulasi di atasnya. Perbup ini, mestinya turunan dari Perda Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR), di mana Perda RRTR ini adalah perintah konstitusi dari Perda No 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Purwakarta.
Dalam perda itu, pada pasal 92 ayat 4 menyebutkan bahwa Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) dan ketentuan tentang zonasi ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda).
Pada kenyataannya, sejak zaman Dedi Mulyadi berkuasa, Perda RRTR tidak pernah diusulkan. Tiba-tiba Anne menerbitkan Perbup untuk kawasan Bungursari yang mengatur soal Rencana Rinci tata ruang dan zonasi di kawasan itu.
Melihat struktur regulasinya, Perbup ini bermasalah dan fatal bahkan satu bentuk pelanggaran hukum yang nyata. Bupati bisa menjadi terpidana dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan.
“Apakah dua kebijakan jadul ini terkait langsung dengan jumlah kekayaan Bupati yang terus bertambah, di tengah sebagian besar rakyat Purwakarta yang lagi susah makan?”
Kedua, pejabat terkait yaitu di Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) dan Dewan menyatakan tidak tahu kalau ada Perbup soal ini.
Agus Permadi, Kabid Tata Ruang dan Permukiman Distarkim Pemkab Purwakarta, saat dengar pendapat antara Lembaga Studi Pembangunan Purwakarta (LSPP) dengan Komisi III DPRD menyatakan tidak tahu kalau ada Perbup yang bermasalah. Dayat dari Fraksi PKB DPRD Purwakarta setali tiga uang dengan Agus. Dia menyatakan Bupati tidak pernah berkonsultasi dengan Dewan terkait penerbitan Perbup ini.
Dari pengakuan pejabat dan politisi itu membuktikan bahwa Perbup itu dirumuskan dengan diam-diam. Dibahas di ruang-ruang kosong yang sunyi. Hanya Anne dan kroninya yang tahu, di mana Perbup ini dirumuskan.
Di mana letak kejahatan dari Perbup ini? Ada beberapa hal yang mesti dicermati.
Pertama, Bupati ingin menggeser penataan Bungursari dari urusan publik, karena itu Dewan wajib tahu, menjadi urusan pribadinya. Ia ingin mengendalikan apapun kepentingannya di sana. Perlu dicatat, Bungursari adalah kawasan industri. Tentu banyak duit yang beredar di sana. Banyak investor masuk di sana. Banyak kepentingan bisnis di sana.
Kalau kepentingan publik dan bisnis serta investasi dikendalikan oleh Perbup yang liar dan ilegal? Di mana ada jaminan kepastian hukum, terutama dalam konteks bisnis? Hanya Bupati dan kroninya yang tahu.
Kedua, di sana ada kawasan wisata religi Tajug Gede Cilodong. Proyek yang tiap tahun di danai APBD dan banyak menyimpan masalah dugaan korupsi.
Proyek ini diduga adalah ambisi besar tanpa visi Dedi Mulyadi, suami sang Bupati. Apakah Perbup ini hanya sebatas alat legitimasi dari proyek yang tidak jelas ini?
Ingat di luar urusan dugaan korupsi di proyek Tajug Gade Cilodong, ada uang bantuan pihak ketiga sebesar kurang lebih Rp 3,2 miliar yang hingga kini diduga belum jelas pertanggungjawabannya. Dedi Mulyadi, beberapa bulan yang lalu, sebagai Ketua DKM pernah minta Inspektorat untuk mengaudit dana pihak ketiga itu. Tapi pihak inspektorat menolak.
Apakah Perbup ini adalah alat legitimasi agar inspektorat ada kekuatan hukum untuk mengaudit dana pihak ketiga itu?
Ketiga, terkait mafia perizinan. Kalau Perbup yang ilegal ini menjadi rujukan perizinan industri apapun di Cibungur, maka dalam jangka pendek akan bermasalah. Apakah Perbup ini adalah hasil kerja mafia perizinan agar bisa memuluskan beberapa proyek di kawasan itu?
Langkah LSPP yang mendorong agar Dewan mengajukan hak interpelasi adalah langkah konstitusional. Dan kalau gagal di urusan politik, sikap LSPP jelas, akan menggugat ke PTUN agar Perbup bermasalah ini dicabut.
Jika Perbup ini dicabut maka perizinan industri di kawasan itu jadi ilegal. Siapapun bisa mempersoalkan problematika konyol ini.
PERBUP CSR
Kesalahan kedua yang tidak kalah fatalnya adalah Perbup turunan dari Perda 12 Tahun 2019 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (CSR). Dalam Perda itu diamanatkan agar Bupati membentuk Forum CSR.
Forum CSR ini sudah dibentuk melalui Perbup. Tapi ya itu, lagi-lagi Perbup ini bermasalah. Dalam Perda CSR disebutkan bahwa Forum CSR dibentuk secara transparan melibatkan publik. Dalam forum itu ada unsur Perusahaan, Pemkab dan unsur akademisi dan LSM.
Bupati memang telah membentuk Forum CSR. Tapi dilakukan secara tertutup dan unsur akademisi dan LSM dihilangkan.
Kita tentu prihatin dengan sikap Bupati ini. Tentu Bupati punya kepentingan besar untuk membalikkan dana CSR dari haknya rakyat miskin diubah menjadi bagian dari APBD. Ini tentu tindakan kriminal tanpa ampun.
Dulu saat suaminya berkuasa, CSR diduga dikendalikan oleh Yayasan Yudistira. Berapa ratus miliar rupiah uang CSR yang telah menguap entah digunakan untuk apa, sampai sekarang belum ada audit dari lembaga resmi kepada Yayasan itu.
Seberapa besar potensi CSR di Purwakarta? Ayo kita hitung. Pada 2020 ada 114 industri besar di Purwakarta. Dari jumlah itu, 48 industri bangkrut akibat wabah Corona. Berarti sekarang ada 66 industri besar.
Jika dalam setahun perusahaan itu mendapat keuntungan bersih minimal Rp 12 miliar, atau per bulan untung bersih Rp 1 miliar, maka kalau ada 66 perusahaan berarti total keuntungan bersih perusahaan itu Rp 792 miliar.
Kewajiban mereka mengeluarkan dana CSR sebesar 2% dari keuntungan bersih. Berarti per tahun mestinya ada dana CSR menggelontor ke masyarakat sebesar Rp 15,8 miliar. Kalau pada 2020 Forum CSR hanya melaporkan dana yang masuk hanya Rp 3,2 miliar, lalu ke mana dana CSR lainnya? Yang super aneh, kenapa dana CSR itu malah masuk ke Dinas-Dinas?
Sengkarut tata kelola CSR akan terus bermunculan, terutama soal transparansinya. Sepanjang Bupati tidak jujur, untuk tunduk dan patuh terhadap Perda yang ada.
Kecuali, kalau Bupati memang punya niat lain. Ingin tetap kendalikan dana CSR bersama kroni-kroninya. Apakah kebijakan jadul ini terkait dengan kekayaan Bupati yang terus tambah moncer, di tengah rakyatnya yang lagi pada susah makan? Hmmm …. memang ngeri-ngeri sedaap. (newspurwakarta.com) editor : mridwan.