Gugatan Anne Ratna Mustika Dikabulkan
PENGADILAN Agama Purwakarta mengabulkan gugatan cerai Anne Ratna Mustika kepada mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dengan penuh haru, Anne tidak tahan untuk tidak menitikkan air mata.
“Mudah-mudahan ini keputusan terbaik ya Allah ….,” ujar teh Anne dalam unggahan di instagram pribadinya. Anne juga mengunggah fotonya yang lagi menyeka air mata.
Setelah 18 kali mengikuti sidang yang selalu dihadirinya, Anne mengaku lega atas keputusan PA Purwakarta. “Alhamdulillah doakan mudah-mudahan ini keputusan yang terbaik,” ujar Anne.
Sejak awal persidangan, Anne mengaku optimistis bisa memenangi gugatan cerai itu. “Saya 1000% ingin berpisah,” ujarnya usai menghadiri sidang ke-3 saat itu.
Anne pula dengan antusias menghadiri hampir semua proses persidangan itu. Tentu dengan ketabahan dan keyakinan sepenuh hatinya.
“Jadi yang diperjuangkan Dedi Mulyadi dalam upaya banding sebenarnya benar-benar soal kebendaan, kekuasaan dan politik dinasti. Bukan lagi urusan keutuhan rumah tangga.”
Berbeda dengan teegugat Dedi Mulyadi. Ia banyak menghindarnya. Dedi selalu mengkir dengan sejuta alasan. Bahkan cenderung menyepelekan.
Tapi dalam banyak akun Youtubenya Dedi berkata lain. Ia menumpahkan kemurkaan dan kekecewaannya terhadap sang isteri justru di akun pribadinya.
Padahal sistem peradilan di Indonesia telah menyediakan ruang yang begitu luas di PA agama. Bukan di akun Youtubenya.
Anne sendiri menggugat dengan segudang alasan. Pertama soal pisah ranjang yang sudah tiga tahun. Kedua soal tata kelola keuangan keluarga yang tidak transparan. Ketiga soal KDRT psikis yang sering dilakukan Dedi ke Anne.
Dedi sempat membantah dengan menyatakan bahwa dia telah memberi nafkah lahir dengan cara membiayai saat Anne lagi bertarung dalam pilkada. Publik tentu banyak yang menertawakan sikap DM ini.
Jujur itu Sakit
Kejujuran Anne saat menggugat Dedi memang menyakitkan. Buat Dedi ini tentu seperti petir yang menggelegar di siang bolong. Bengong sebengong-bengongnya.
Dedi pasti tidak menyangka bahwa Anne berani ambil sikap yang sangat radikal. Menggugat cerai. Dan ini buat Dedi adalah malapetaka berkepanjangan.
Malapetaka karena dinasti politik yang sudah dibangun hampir 15 tahun bakal dihancurkan oleh isterinya sendiri. Tentu ini kerugian yang sangat besar dan mendasar.
Itulah sesungguhnya yang dipikirkan oleh Dedi. Kehilangan segalanya, baik akses politik maupun ekonomi di Purwakarta. Ini tentu pelajaran berharga bagi siapapun.
Ketika seorang pejabat publik sekelas Anne berani menggugat suaminya yang anggota DPR RI, itu bisa dipastikan ada kesalahan yang fatal dan berulang yang dilakukan oleh DM.
Rasa Malu
Maka dari itu, Dedi pasti tidak tinggal diam ketika PA Purwakarta mengabulkan gugatan isterinya. Maka dari itu wajar dia banding. Meski dengan penuh rasa malu.
Kasus perceraian adalah urusan rasa. Ketika pengadilan agama memutuskan gugatan itu, faktor Rasa ini menjadi dominan. PA tentu menghitung bahwa rumah tangga yang dipaksakan untuk bersatu dalam keadaan rasa cintanya sudah kosong adalah sesuatu yang konyol.
Maka dari itu, meski dengan menanggung malu, Dedi tetap mengajukan banding.
Tapi percayalah, banding DM bukan lagi untuk menyatukan rumah tangganya. Tapi banding Dedi kali ini hanya sebatas upaya agar dinasti yang sudah dibangun dengan susah payah tidak serta merta hancur berkeping-keping.
Jadi yang diperjuangkan Dedi sebenarnya benar-benar soal kebendaan, kekuasaan dan politik dinasti. Dan ini tentu sangat memalukan. (newspurwakarta.com) editor : mridwan