Para OPD Enggan Menyerahkan Data Regulasi ke Bagian Hukum Setda Purwakarta
COBA datanglah ke kantor Bagian Hukum Setda Purwakarta. Jangan berharap banyak, semua dokumen tentang produk regulasi ada di kantor itu. Meski judulnya Bagian Hukum, ternyata tidak semua produk hukum ada di laci data mereka.
Reporter enpe.com dan Wakil Ketua Komunitas Peduli Purwakarta (KPP) Tarman Sonjaya, pekan lalu mendatangi kantor yang letaknya hanya sepelemparan dari ruang Bupati itu. Saat itu, kami meminta kepada Kabag Hukum Pemkab Purwakarta Dani Abdurahman, terhadap empat hal. Pertama adalah regulasi soal status hukum proyek Tajug Gede Cilodong, Kedua soal Perbup CSR, ketiga soal Perbup PDAM dan keempat soal Perbup Tenaga Harian Lepas (THL) tahun 2020.
Yang membuat kami terhenyak adalah pernyataan staf di Bagian Hukum itu yang menyatakan bahwa apa yang diminta enpe.com itu tidak ada, atau masih di dinas teknis masing-masing. Kami pun bertanya lebih detail,”Lha kan sudah semestinya Dinas Teknis menyetorkan hasil Perbup atau produk turunan dari Perda yang ada ke Bagian Hukum?”

“Carut marutnya data regulasi di Bagian Hukum Pemkab Purwakarta sungguh memprihatinkan. Tidak semua produk hukum ada di lembaga itu. Sayang Kabag Hukum Dani Abdurahman enggan menjelaskan soal ruwetnya persoalan regulasi di lembaganya.” (Foto sebelah Dani Abdurahman, MH).
Dan staf itu menjelaskan bahwa tidak semua Dinas mau melakukan itu. “Semua regulasi apapun, bagian Hukum selalu dilibatkan dalam pembahasan. Tapi, ketika sudah menjadi produk akhir dalam bentuk regulasi, masih ada Dinas yang engan menyetor ke Bagian Hukum,” jelasnya.
Bahkan, masih menurut staf itu, BPK sempat mempertanyakan kasus ini. “Ini ada draft regulasi yang terdata, kenapa produk akhirnya tidak ada?” Ya waktu itu saya jawab apa adanya,” jelasnya.
Ketika ditanya, berarti secara administrasi berantakan dong di bagian Hukum? Lalu kenapa kemarin Bupati dapat opini WTP dari BPK, sementara kasus di Bagian Hukum secara administrasi masih berantakan? Staf itu hanya tertawa ngakak. “Bapak nilai sendiri saja,” ujarnya.
TIGA PERBUP PENTING DAN DUGAAN KORUPSI
Perbup yang diminta enpe.com bukanlah Perbup biasa. Soal THL misalnya. Pada APBD 2020 muncul kode rekening (kodrek) untuk pembiayaan THL. Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 49 Tahun 2019 semua tenaga THL mesti dihapus. Ini malah ada kodreknya.
Satu pembiayaan yang ada Koderknya mesti ada cantolan hukum dalam bentuk Perbup. Kalau tidak ada Perbupnya, bisa masuk dalam kategori korupsi. Berapa uang yang harus digelontorkan Pemkab untuk membayar THL pada 2020? Lebih kurang sebesar Rp 45 miliar. Tentu ini bukan uang kecil.
Begitu juga dengan Perbup soal Pembangunan kawasan Tajug Gede Cilodong. Status hukum proyek itu penting. Karena puluhan miliar APBD tiap tahun mengucur ke Tajug Gede. Lalu apa cantolan Regulasinya. Tidak ada ternyata.
Begitupun soal Perda CSR. Mestinya sudah ada Perbupnya. Wajib ada. Karena selama ini diduga CSR digangsir oleh Yayasan Yudhistira, dengan pemakaian yang tidak jelas. Karena tidak ada audit. CSR yang mestinya hak orang miskin diduga dijadikan bancakan oleh para pejabat saat itu.
Yang membuat kita miris itu, ternyata urusan regulasi, terkait penyaluran dana program dari APBD tidak jelas keberadaannya. Kabag Hukum yang mestinya menjadi ujung tombak dalam urusan regulasi, seperti pohon pisang tanpa tulang, tidak berdaya. Padahal produk hukum adalah jaminan kepastian apakah dalam satu proyek itu ada unsur korupsinya atau tidak.
Kabah Hukum Setda Purwakarta Dani Abdurahman ketika ditanya soal amburadulnya data di Bagian Hukum enggan menjelaskan. Ketika ditanya, apakah tidak aneh Bagian Hukum tapi tidak menyimpan dokumen produk regulasi di Pemkab Purwakarta? Dani hanya membaca whatsapp saja dari enpe.com. Ia enggan menjelaskan ke publik. (ril) editor : gsoewarno