TENTU INI sangat menyedihkan. Ketika tingkat kematian akibat Corona begitu tinggi, tidak ada upaya ekstra apapun dari Bupati. Kasus kematian yang begitu tinggi bisa jadi buat Bupati dianggap biasa saja. Kita tidak bisa mencerna dengan sikapnya yang abai, yang menganggap biasa saja itu.
Lihatlah dipeternakan ayam broiller. Dengan kapasitas kandang 10.000 ekor, tingkat kematian per hari juga rata-rata lima ekor. Sama persis seperti korban Corona di Purwakarta.
Apakah ada upaya ekstra yang telah dilakukan Satgas Covid-19 di bawah kepemimpinan Bupati? Tidak ada.
Yang kita dengar hanya pembatasan demi pembatasan. Warga dibatasi berdagang. Warung harus ditutup. Aktivitas warga hanya boleh sampai pukul 18.00. Alasannya pergerakan warga wajib dibatasi. Maka aliran ekonomipun terhenti. Makin memperkeruh situasi.
Mari kita lihat! soal layanan kesehatan di BLU RS Bayu Asih yang berantakan. Dengan tingkat kematian yang sangat tinggi, tidak ada upaya ekstra apapun. Rumah Sakit yang menjadi ladang pembantaian nyawa manusia dibiarkan ala kadarnya. Rumah sakit yang mestinya menjamin warganya akan kehidupannya, menjadi berbalik fungsinya. Di masyarakat bahkan berkembang luas, kalau ingin selamat,”Jangan dibawa ke rumah sakit.”
“Kalau kepanikan demi kepanikan yang diciptakan, maka kekacauan demi kekacauan yang akan timbul. Inilah yang terjadi di Purwakarta sekarang.”
Sangat ironis dan menyedihkan. Kita hanya mendengar sekali Bupati minta maaf. Itupun efek dari penerapan PPKM. Kita belum pernah mendengar Bupati meminta maaf ke warga karena kegagalannya mengelola wabah ini dengan tingkat kematian sebegitu besarnya.
Lima nyawa melayang tiap hari. Kalau dibiarkan akan menyebabkan warga Purwakarta habis. Akan banyak janda dan anak yatim baru. Akan tumbuh kemiskinan baru. Apalagi pembatasan usaha di sektor UMKM begitu buasnya. Pembatasan tanpa tanggung jawab, karena membiarkan warganya dibuat miskin oleh kebijakan yang konyol. Tanpa insentif apapun dari Pemkab.
Kebijakan apapun, yang menghapus hak hidup warga dan hak akan hidup layak secara ekonomi akan terus memperkeruh suasana. Warga akan diliputi kecemasan dan was-was, di tengah himpitan ekonomi yang diciptakan oleh pengguasa dengan kebijakan PPKM.
Apa tanggung jawabmu ibu Bupati. Apalagi ketika sedang susah-susahnya warga dengan berbagai tekanan. Dengan enaknya Bupati pelesiran ke Bali. Dengan entengnya ibu Bupati menggelontorkan uang APBD justru untuk merenovasi rumah dinasnya sampai Rp 4,5 miliar. Tindakan yang tidak masuk akal.
Kematian warga yang begitu bertubi-tubi, himpitan hidup warga yang begitu hebat dibalas dengan pelesiran dan renovasi rumah dinas. Sungguh menyedihkan.
Wabah Corona, apapun dalihnya, mestinya semua pihak konsisten dengan sikapnya. Sikap untuk tegas dan disiplin akan pentingnya protokol kesehatan. Juga memahamkan akan pentingnya menegakkan sikap untuk menerapkan new normal pada tiap keluarga. Dengan kesadaran penuh. Ini yang mestinya wajib dipahamkan ke warga secara masif.
Corona ketika dipahami dengan berbagai langkah pembatasan demi pembatasan, kebijakan yang tidak konsisten dan mudah dilanggar oleh pemimpinnya, maka hanya efek buruk yang berkembang. Warga makin panik, Bupati panik. Kalau kepanikan demi kepanikan yang diciptakan, maka hanya akan menghasilkan kekacauan. Inilah yang terjadi di Purwakarta. Sekarang ini.
Pertanyaannya, mau sampai kapan, kondisi seperti neraka ini akan terus diciptakan? Rasanya sangat tidak pantas cara Bupati memimpin seperti saat ini. Pemimpin sekualitas tempe. Wallahu’alam. (newspurwakarta.com) editor : gsoewarno