Sistem Dinasti yang Pro Korupsi bakal Tumbuh Subur lagi
POLITIK tanpa akal sehat akan menjelma menjadi binatang buas. Ia suka menerkam dan membinasakan lawan-lawan politiknya. Ia cenderung sadis dan sangat menindas. Dan sudah pasti antidemokrasi. Padahal kita sudah bersepakat bahwa sistem demokrasi adalah jalan pedang untuk menggapai keadilan dan kesejahteraan rakyatnya. Maka Demokrasi harus dimuliakan.
Politik tanpa akal sehat cenderung korup. Dia akan sibuk membangun dinasti politik lokal yang terbukti manipulatif, koruptif dan antikesejahteraan. Ia sibuk dengan pencitraan diri di medsos. Karena Ia sadar bahwa pada hakekatnya kualitasnya rendah. Rendah sekali. Maka dari itu, citra diri yang buruk mesti diimbangi dengan berbagai model pencitraan.
Kondisi itulah yang terjadi di Purwakarta dalam rentang 15 tahun ke belakang. Rakyat Purwakarta dicekoki hal-hal yang absurd dan tidak masuk akal. Membangun seolah menjadi prestasi. Padahal buat seorang Bupati membangun adalah kewajiban. Karena duitnya juga sudah ada. Membangun menjadi perkara yang gampang dan remeh temeh.
“Jika Binjen berkuasa, maka sistem akan kembali berputar. Sejarah kembali berulang. Persis seperti yang pernah dilakukan oleh Dedi Mulyadi. Hakekatnya, tidak ada yang bermanfaat buat rakyat Purwakarta kebanyakan.“
Bagi rakyat yang masih punya akal sehat, ketika seorang Bupati seperti Dedi Mulyadi membangun jalan di desa-desa, itu adalah kewajiban. Bukan prestasi. Jadi itu pekerjaan biasa saja.
Dinasti politik yang dibangun Dedi Mulyadi terbukti menyisakan banyak masalah. Di ujung kekuasaannya, anggaran APBD defisit kurang lebih Rp 250 miliar. Angka yang tidak kecil. Defisit terjadi karena tata kelola keuangan yang amburadul. Kasus lain adalah Penghasilan Tetap (Siltap) aparat Desa yang selama empat bulan tidak dibayar pada 2017. Dengan alasan digunakan untuk keperluan lain. Hak aparat desa diabaikan.
Belum soal Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) yang selama empat tahun tidak pernah dibayarkan saat Dedi berkuasa. DBHP adalah hak Desa untuk operasional membangun desanya. Yang lainnya adalah tunggakan proyek yang belum dibayar selama Dedi berkuasa. Jumlahnya puluhan miliar rupiah. Utang Jampis sebesar Rp 32 miliar juga tidak dibayarkan.
Setelah tidak berkuasapun kebiasaan buruk itu masih berlangsung. Tukang yang membangunTajug Gede Cilodong, proyek mimpi Dedi Mulyadi yang tidak jelas itu menyisakan utang kurang lebih Rp 46 juta. Angkanya kecil, tapi bagi tukang yang semuanya miskin angka itu sangat berarti.
Belum soal tata kelola SDM. Di era Dedi, ASN yang bermutu pada tersingkir. Hanya mereka yang tunduk dan patuh secara radikal ke DM-lah yang kariernya moncer. Ini sudah jadi rahasia umum. Kalau kita jeli, sepanjang Dedi berkuasa pertumbuhan ekonomi Purwakarta pun terus turun angkanya.
Kasus lain adalah tata kelola CSR. Uang hak rakyat miskin selama Dedi berkuasa diduga dikelola oleh Yayasan Yudhistira. Uang sebesar ratusan miliar tidak jelas tata kelolanya. Hingga kini Yayasan Yudhistira tidak pernah diaudit.
Intinya, selama Dedi Mulyadi berkuasa, kelasnya hanya sebatas “kelihatan’ sukses saja. Pada intinya jauh dari membahagiakan.
Binjen Bakal Maju Meneruskan Dedi Mulyadi
Sekarang Saeful Bahri Zein atau lebih dikenal Binjen menyatakan mau maju sebagai calon Bupati Purwakarta. Ini setelah dinasti politik yang sudah susah payah dibangun Dedi Mulyadi bakal hancur berantakan setelah isteri Dedi, Bupati Anne Ratna Mustika menggugat cerai Dedi Mulyadi. Sikap Binjen secara politik ekonomi sangat wajar.
Secara politik itu hak dia. Secara ekonomi, Binjen merasa ada ancaman jika dinasti politik ini hancur. Setidaknya, bisa jadi kue ekonomi yang selama ini sangat dinikmati bakal gulung kuming alias ludes.
Kini, Anne sudah resmi menjanda. Pisah dengan Dedi Mulyadi. Setelah dua hari yang lalu PA Purwakarta mengabulkan gugatan cerai Anne. Meskipun Dedi banding, tapi secara hakekat perceraian itu sudah terjadi.
“Kasus lain adalah tata kelola CSR. Uang hak rakyat miskin selama Dedi berkuasa diduga dikelola oleh Yayasan Yudhistira. Uang sebesar ratusan miliar tidak jelas tata kelolanya. Hingga kini Yayasan Yudhistira tidak pernah diaudit.”
Dan ketakutan Dedi akan hancurnya dinasti politik di Purwakarta sangat kentara. Dedi sudah memutuskan untuk mengajukan Binjen sebagai calon yang didukungnya. Bahkan banyak spanduk yang sudah beredar foto Binjen yang berlatar foto Dedi Mulyadi. Dedi juga rajin membawa Binjen ke mana-mana untuk mendongkrak populeritasnya. Langkah pencitraan pun dikebut. Untuk menyulap loyang seolah jadi emas.
Tapi publik mesti ingat bahwa majunya Binjen bakal membawa malapetaka kembalinya sistem dinasi yang korup di Purwakarta. Dinasti dibangun untuk melindungi kepentingan sekelompok kecil gengnya. Dedi selama berkuasa sudah melakukan itu. Hanya segelintir pengusaha yang dibesarkan. Sementara sebagian besar UMKM hanya diberi sisa-sisanya saja. Yang penting cukup untuk pencitraan.
Jika Binjen berkuasa, maka sistem akan kembali berputar. Sejarah kembali berulang. Persis seperti yang pernah dilakukan oleh Dedi Mulyadi. Hakekatnya, tidak ada yang bermanfaat buat rakyat Purwakarta kebanyakan.
Maka dari itu, buat Rakyat Purwakarta yang sebagian besar masih punya akal sehat, cara satu-satunya agar Purwakarta lebih tumbuh dan berkembang secara sehat adalah wajib menolak dengan tegas segala upaya yang ingin melanggengkan dinasti politik di Purwakarta. Kembalikan Purwakarta ke relnya yang lebih sehat, berakal dan guyup rukun. Tentu saja antikorupsi.
Melawan mereka itu gampang. Cuma dengan satu langkah. Saat di TPS, Jangan Pilih Dia. Sesederhana itu. Kata SBY,”Simpel bukan?” (newspurwakarta.com) editor : mridwan