Saat Dedi Mulyadi Berkuasa, Dana CSR Diduga Digangsir oleh Yayasan Yusdhistira
PURWAKARTA (enpe.com) – Aliansi LSM Kiansantang mempertanyakan kinerja Forum CSR Purwakarta. Menurut satu pengurusnya, hingga kini Kinerja forum itu tidak jelas.
Ketua Harian LSM Kompak Purwakarta, salah satu unsur dari Aliansi itu, Pandu Fajar Gumelar menegaskan hal itu kepada enpe.com hari ini (23/2/23) melalui saluran whatsapp. “Aliansi datang untuk memperjelas posisi struktur di Forum CSR. Terutama kedudukan Aliansi pada posisi Wakil Ketua. Kita baru tahu ternyata sudah di SK-kan oleh Bupati pada 10 Januari 2023,” ujarnya.
Aliansi Kiansantang mendatangi Forum CSR yang dibentuk oleh Pemkab Purwakarta. SK Bupati yang mengatur soal Forum CSR diketuai oleh Sekda Purwakarta Norman Nugraha. Aliansi di terima di ruang rapat sekda. Hadir dalam pertemuan itu Aep Durochman sebagai Kepala Balitbangda Pemkab Purwakarta dan semua anggota Aliansi Kiansantang seperti Ketua Harian LSM Kompak, Ketua GMBI, Ketua LMP, Ketua GRIB, Ketua GNRI, LASKO, Laskar NKRI dan GPRI.
Pandu menambahkan, hingga kini kinerja forum LSM sangat memprihatinkan. “Kita hadir untuk meluruskan hal-hal yang masih bengkok. Legal standing Forum CSR saja masih persoalan,” ujarnya.

“Jangan sampai terjadi seperti pada 2022. Banyak CSR yang cair tapi tidak jelas proses dan pertanggung jawabannya.” (Ketua Harian LSM Kompak Purwakarta Pandu Fajar Gumelar).
Belum soal bagaimana merunut soal perumusan program, menurut Pandu,”Sampai sekarang belum jelas.”
Aliansi berharap, kinerja forum pada 2023 menjadi lebih transparan. “Jangan sampai terjadi seperti pada 2022. Banyak CSR yang cair tapi tidak jelas proses dan pertanggung jawabannya,” jelas Pandu.
Aliansi menegaskan agar CSR yang merupakan hak masyarakat, menurut Pandu, bisa disalurkan dengan proses yang jelas dan sasaran program yang jelas. “Kami minta agar aliran dana CSR benar-benar bisa bermanfaat buat masyarakat banyak,” tegasnya.
Menurut Pandu, Forum CSR harus punya kredibilitas dan keberanian untuk memberi sanksi kepada perusahaan yang menolak untuk menyalurkan CSR kepada masyarakat. “Pemkab mesti punya keberanian untuk memberi sanksi tegas,” jelas Pandu.
CSR Era Dedi Mulyadi
Tata kelola CSR di Purwakarta selama ini bermasalah. Persoalan ini sudah ada sejak Dedi Mulyadi menjabat sebagai Bupati Purwakarta dua periode. Saat itu CSR dikelola oleh Yayasan Yudhistira. Ratusan miliar dana CSR diduga menggelontor ke Yayasan itu.
Yayasan Yudhistira saat itu diketuai oleh Aliaman Saragih. Orang kepercayaan Dedi Mulyadi.
Hingga kini, Yayasan yang diduga telah mengelola dana CSR ratusan miliar itu tidak pernah diaudit. Ketua KPP Munawar Cholil pernah melaporkan dugaan korupsi dana CSR oleh Yayasan ini ke KPK. Tapi hingga kini kasusnya masih belum jelas.
Selama Dedi Mulyadi berkuasa, upaya membentuk Perda CSR agar tata kelola dana CSR bisa dipertanggungjawabkan selalu ditolak oleh Dedi Mulyadi.
Dana CSR adalah dana hak masyarakat miskin yang diambil dari keuntungan bersih setiap perusahaan sebesar 2% per tahun. Dana ini dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan.
Ketua Yayasan Yudhistira Aliaman Saragih kepada media ini pernah menyatakan bahwa Yayasan Yudhistira dibentuk dengan tujuan mulia. Ketika ditanya, berapa dana yang masuk dan digunakan untuk apa saja dana itu, Aliaman enggan menjelaskan. Bahkan ketika ditanya bahwa aliran dana itu diduga banyak digunakan untuk kepentingan pribadi Dedi Mulyadi, Aliaman juga menolak untuk menjelaskan. (ril) editor : gsoewarno