PUBLIK tentu menunggu drama akhir dari kasus korupsi Rp 9,2 miliar, yang menyeret-nyeret nama Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta. Dedi kini Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar.
Kasus proyek infrastuktur di Indramayu, dengan kerugian negara sebesar Rp 9,2 miliar ini telah menyeret dua kader Partai Golkar Jawa Barat, Ade Barkah Suratman dan Siti Aisyah Tuti Handayani.
Baik Ade maupun Siti adalah anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar periode 2014-2019. Saat itu Dedi Mulyadi adalah Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, sedangkan Ade Barkah adalah Sekjennya sekaligus Ketua Fraksi DPRD Jawa Barat.
Saat korupsi ini sedang terjadi, DM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, sedang mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur berpasangan dengan Dedi Mizwar.

Dalam persidangan Senin pekan lalu, Dedi hadir sebagai saksi. Dan publik pun tahu, terjadi saling bantah antara DM dengan Ade Barkah dan Siti. DM membantah semua tuduhan Siti soal aliran dana Rp 100 juta dan empat unit laptop yang telah disumbangkan Siti untuk Pilgub DM. Begitu pula Ade Barkah, penjelasan aliran dana ke Timses DM juga dibantah oleh mantan Bupati Purwakarta itu.
Sebagai catatan, Ade Barkah dan Siti ditetapkan sebagai tersangka sebagai hasil pengembangan kasus. Dan dari Rp 9,2 miliar kerugian negara, sampai detik ini sebesar Rp 7,4 miliar masih misterius siapa yang menikmati dana haram itu.
Aliran dana ini berawal dari Carsa ES sebagai pengusaha. Carsa inilah yang mendapatkan proyek Peningkatan dan Rehabilitasi jalan dari anggaran 2017-2019, dengan nilai total Rp 106,9 miliar. Carsa kemudian menggelontorkan dana suap sebesar Rp 9,2 miliar. Di mana Ade Barkah diduga mendapat Rp 750 juta dan Siti Aisyah mendapat Aliran dana suap sebesar Rp 1,050 miliar.
Aliran dana suap itu bersumber dari Abdul Rozaq setelah menerima dari Carsa.
Berdasarkan laporan penyidikan KPK, dari dana aliran suap sebesar Rp 9,2 miliar, hingga kini dana sebesar Rp 7,4 miliar masih misterius siapa penikmatnya.
Lalu berapa besar potensi Dedi terseret dalam pusaran kasus permalingan ini, untuk kemudian KPK menetapkannya sebagai tersangka? Begini;
Pertama, saat Dedi mencalonkan diri dalam Pilgub sudah pasti dia butuh dana besar. Sebagai catatan, saat belum mencalonkan diri saja, Dedi menggelar road show mingguan, keliling Jawa Barat untuk membangun citranya. Saat itu dia juga menggalang banyak dana. Dana-dana itu diduga dari patungan Kepala Dinas dan BUMD di Purwakarta. Dan bisa dipastikan butuh duit sangat besar.
Jadi omong kosong kalau saat Pilgub tidak butuh duit besar. Lalu dari mana selama ini partai-partai mendapat duit untuk kepentingan politiknya? Ya dari fee proyek.
Kedua, kita lihat hubungan kultur dan struktur politik di Indonesia. Fraksi adalah kepanjangan tangan Partai. Makanya kedudukan Ketua Fraksi itu strategis. Ada hubungan yang sangat solid dan intens antara Ketua, Sekjen dan Ketua Fraksi.
Saat kasus perbanditan ini terjadi, Dedi Mulyadi adalah Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat. Sementara Ade Barkah adalah Sekjennya sekaligus Ketua Fraksi di DPRD Jawa Barat. Saat itu DM sedang butuh duit besar untuk kepentingan pencalonannya. Secara nalar politik tidak mungkin tidak ada perintah dari Ketua ke Ketua Fraksinya untuk mencari dana bagi kepentingan Pilgub.
Maka dari itu, bantah berbantah antara Ade Barkah, Siti dan Dedi Mulyadi laiknya drama Korea yang lebay dan memuakkan.
Ketiga, kita lihat track record DM selama 10 tahun menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Puluhan dugaan korupsi sudah dilaporkan ke KPK baik oleh LSM anti Korupsi Komunitas Peduli Purwakarta (KPP) maupun oleh Komunitas Masyarakat Purwakarta (KMP). Bahkan ada laporan perorangan atau LSM anti korupsi lainnya yang juga melaporkan hal yang sama.
“Dalam kasus korupsi di Indramayu, publik sedang harap-harap cemas akan langkah KPK, seperti saat KPK menetapkan Azis Syamsudin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar menjadi tersangka.”
Laporan-laporan ke KPK itu pasti ada dasarnya. Tidak mungkin ada asap tanpa api. Tapi ya itu, selalu mentok laiknya menghadapi tembok Cina. Harapan rakyat Purwakarta untuk tegaknya keadilan hanya sebatas mimpi.
TERGANTUNG KPK
Maka dari itu, saat Dedi diperiksa KPK dan kemudian datang sebagai saksi di sidang Tipikor di Bandung pekan lalu, ada harapan akan tegaknya keadilan. Publik menyambutnya dengan antusias. Kasus ini menjadi pembicaraan banyak orang di warung-warung kopi.
Laporan-laporan LSM Anti Korupsi di Purwakarta ke KPK selama ini mentok diduga ada permainan uang di dalamnya. Sehingga Dedi nyaris tak tersentuh.
KPK di Bawah Firli Dahuri, meski sedang bonyok-bonyoknya akibat jadi bulan-bulanan publik, pada kenyataannya sering membuat kejutan. Ditetapkannya Azis Syamsudin, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar sebagai tersangka adalah langkah mengejutkan. Dan Azis terseret dalam kasus suap penyidik KPK juga hasil pengembangan kasus.
Dalam kasus Indramayu, mudah-mudahan KPK tidak mempertahankan ketololannya, laikanya selama ini saat menangani laporan dugaan korupsi Dedi. Kita berharap, semoga keadilan sudah saatnya tegak lurus, selurus-lurusnya.
Di tengah eforia Dedi Mulyadi membuat konten-konten kerennya di YuoTube, semoga doa-doa rakyat Purwakarta agar keadilan tegak lurus ke atas bisa terkabul. Kita tunggu drama mengejutkan dari KPK ini.
Wallahu a’lam bishshowaab.(newspurwakarta.com) editor : gsoewarno